selamat datang

اهلا و سهلا

Senin, 11 April 2011

Mafhum Muwafaqah

MAFHUM MUWAFAQAH

Mafhum berasal dari bahasa arab yaitu فهم – يفهم yang artinya “memahami” , menurut istilah mafhum adalah adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pengucapan (tersirat). Jadi mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman yang terdapat pada ucapan tersebut [1]. Menurut Prof . DR. Amir Syarifudin, Mafhum adalah

المفهوم مادل عليه اللفظ لا في محل النطق و بعبارة أخرى هو دلالة اللفظ على حكم شيء لم يذكر في الكلام أوهو إثبات نقيض حكم المنطوق للمسكوت عنه

Mafhum adalah penunjuk lafal yang tidak di ucapkan atau dengan kata lain penunjuk lafal terhadap suatu hukum yang tidak di sebutkan atau menetapkan pengertian kabalikan dari pengertian lafal yang di ucapkan (bagi sesuatu yang tidak di ucapkan) [2]. Jadi dapat di simpulkan bahwa mafhum sesuatu yang di pahami yang tidak terdapat dalam mantuq bihi ( dalil yang di sebutkan dalam nash)

Contohnya

Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ

Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia” ( SQ 17:23)

Dari mantuq (dalil yang disebutkan dalam nash) hukum yang dapat ditarik dari ayat ini adalah haram mengucapkan “ ah” . dari ayat ni dapat juga di gunakan mafhum ( yang di fahami ) haram hukumnya menyakiti orang tua lebih dari kata-kata “ah” terlebih memukulnya.

Sedang mafhum muwafaqah yaitu penunjukan hukum yang tidak disebutkan untuk memperkuat hukum yang disebutkan karena terdapat kesamaan antara keduanya dalam meniadakan dan menetapkan [3]. Menurut pengertian yang lain mafhum muwafaqah ialah mafhum kesesuaikan, yaitu jika hukum yang diperoleh sesuai dengan hukum dari lafaz yang disebutkan ( manthuq ) [4]. Pengertian secara sederhana tentang mafhum muwafaqah yaitu makna yang hukumnya sama dengan mantuq ( dalil yang terdapat dalam teks).

Seperti firman Allah:

¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ tAºuqøBr& 4yJ»tGuŠø9$# $¸Jù=àß $yJ¯RÎ) tbqè=à2ù'tƒ Îû öNÎgÏRqäÜç/ #Y$tR ( šcöqn=óÁuyur #ZŽÏèy ÇÊÉÈ

“ sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala ( Neraka) .

Secara dalil yang disebutkan dalam nash ( mantuq ) di atas, ayat ini menjelaskan tentang haram memakan harta anak yatim, alasanya kerena larangannya karena tindakan tersebut dapat merusak atau melenyapkan harta anak yatim. Dari diatas dapat di ketahui bahwasannya mafhum muwafaqahnya adalah larangan setiap perbuatan yang dapat merusak, dan menghabiskan harta anak yatim. Mafhum muwafaqah dibagi kepada dua, yaitu Fahwal Khithab dan Lahnul Khithab.

A. Fahwal Khitab

Fahwal khithab yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua lebih tidak boleh hukumnya.[5]

Contoh :

Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? ÇËÌÈ

“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka” (Q. S. Al-Isra’ : 23)

Jadi yang lebih utama harus di fahami adalah menyakit orang tua terlebih-lebih sampai memukulnya.

B. Lahnul Khitab

Lahnal Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan yang diucapkan,[6] seperti firman Allah SWT :

¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ tAºuqøBr& 4yJ»tGuŠø9$# $¸Jù=àß $yJ¯RÎ) tbqè=à2ù'tƒ Îû öNÎgÏRqäÜç/ #Y$tR ( šcöqn=óÁuyur #ZŽÏèy ÇÊÉÈ

“ Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala ( Neraka ) .

Ayat ini melarang memakan harta anak yatim, maka dengan pemahaman perbandingan sepadan (mafhum muwafaqah), perbuatan lain seperti : membakar, menyia-nyiakan, merusak, menterlantarkan harta anak yatim juga diharamkan.[7]



[1] HIMASAL Jogja “http://himasaljogja.blogspot.com/2009/11/mantuq-dan-mafhum.html” Sabtu 9 April 2011 Pukul 03:47 WIB.

[2] Amir Syarifudin “ Ushul Fiqh” Jakarta Timur, h 176.

[3] Amir Syarifudin “ Ushul Fiqh” Jakarta Timur, h 143.

[6] Ibid , jam 22:00.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar